by Novi Elisa · 2024
ISBN: Unavailable
Category: Fiction / Romance / General
Page count: 161
<p>Amora Olivia telah bekerja sebagai pembantu di kediaman Bagaskara beberapa bulan yang lalu agar mendapatkan uang yang lebih banyak untuk membiayai operasi ibunya— Sarah Sechan. Sang ibu didiagnosis menderita kanker payudara. </p><p> Namun, beberapa bulan bekerja di sana. Amora tidak sengaja mengembangkan perasaan cintanya pada Aksa Elvan Bagaskara, putra dan pewaris kerajaan bisnis Bagaskara Group. </p><p> Dan ternyata, Aksa juga tertarik pada Amora. Tetapi mereka berdua memutuskan untuk mengabaikan perasaan di antara mereka, karena dunia mereka yang berbeda. </p><p> Amora selalu mengingatkan pada dirinya sendiri jika dia ada di sana hanya untuk bekerja dan mendapatkan banyak uang, bukan untuk jatuh cinta pada anak majikannya. </p><p> Beruntung dan sayangnya, mereka berdua tak bisa membendung perasaan di antara mereka, puncaknya di suatu malam mereka memutuskan untuk melampiaskan kasih sayang mereka di atas ranjang. </p><p> Malam itu, Amora mau pun Aksa melepaskan hasrat tak terpendam mereka dan melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri, janji yang menegaskan untuk saling mengubur perasaan mereka satu sama lain. </p><p> Mereka melakukan hubungan intim dan kata-kata saja tak bisa menggambarkan betapa luar biasa nya rasa yang mereka bagi berdua. Mereka tidak bisa merasa cukup satu sama lain..</p><p> Hingga keesokan paginya. Amora telah terbangun di kamarnya di ruang khusus pelayan, mata nya terbuka karena gangguan dari cahaya sinar matahari pagi yang berhasil masuk dari sela-sela gorden jendela. Bukannya mendapati Aksa yang terbaring di sampingnya, Amora justru menemukan sebuah surat yang di lipat sempurna. </p><p> Dan karena wanita muda itu merasa penasaran, Amora pun lantas meraih dan membukanya. Ia tersipu saat melihat tulisan tangan kursif yang unik, itu adalah tulisan tangan Aksa dan wanita itu bisa mengenalinya di mana saja. </p><p> Begitu Amora mulai membaca kata demi kata yang tertulis di kertas itu, rona wajahnya menghilang dan entah dari mana air mata nya menetes mulai membasahi ke dua pipinya. </p><p> Di kertas itu, Aksa menjelaskan bahwa apa yang terjadi di antara mereka semalam adalah sebuah kesalahan yang seharusnya tidak pernah terjadi. Dan pria itu meminta Amora untuk melupakan hal seperti itu dan menganggapnya tidak pernah terjadi. </p><p> Amora marah dan merobek kertas itu menjadi potongan-potongan kecil. Meremas semua nya dan melemparkan nya ke sembarangan tempat, tidak perduli kertas itu jatuh di mana. </p><p> Kemudian wanita muda itu membenamkan wajahnya di bantal agar suara tangisan tidak terdengar jelas. </p><p> **</p><p> Detik menjadi menit dan hari menjadi minggu. Amora berupaya melakukan apa pun agar ia bisa mengobrol berdua bersama dengan Aksa, tetapi lelaki itu selalu mengabaikannya dan memperlakukan dia seolah-olah Amora tidak ada. Sampai akhirnya, Aksa harus pergi ke Australia untuk sebuah urusan yang Amora tidak ketahui. </p><p> Beberapa minggu kemudian, Amora mulai mengalami mual di pagi hari dan hal itu di ketahui oleh Alana Stevani Bagaskara— ibu dari Aksa Elvan Bagaskara dan Anna Elvia Bagaskara. </p><p> Alana merupakan wanita yang penuh kasih sayang dan perhatian pada semua orang. Berumur 48 tahun dan menghormati semua orang, meskipun dia adalah seorang Nyonya Bagaskara. </p><p> Ketika wanita itu menyadari pelayannya yang paling muda di antara yang lain tengah dalam sakit, Alana langsung memberikan waktu untuk Amora beristirahat dan memberinya sejumlah uang untuk berobat. </p><p> Memiliki kesempatan untuk pergi ke rumah sakit, Amora pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan hari itu juga ia pergi untuk menanyakan tentang penyakitnya itu. </p><p> Setelah dokter melakukan beberapa tes pada Amora, wanita itu langsung bertanya pada dokter. Ia terlihat penasaran karena sebelumnya Amora merasa jika ia tidak pernah mengalami sakit hingga mual-mual dan merasa lemas setiap harinya, seperti sekarang.</p><p> Hasil tes akhirnya siap setelah beberapa jam kemudian dan dokter memberitahu padanya jika Amora saat ini sedang hamil. </p><p> Setelah mendengar penjelasan dokter, saat itu lah Amora merasa jika dunianya telah runtuh. Wanita muda itu menahan air matanya dan tak ingin orang lain tau. Dokter pun meresepkan beberapa vitamin dan obat yang harus Amora minum untuk meredakan rasa mual-mual nya. </p><p> Setelah itu semua selesai, Amora pun pulang dan di perjalanan ia tak bisa lagi membendung air matanya. Wanita malang itu bertanya-tanya pada dirinya sendiri, bagaimana ia bisa membesarkan anak nya sendirian di tengah-tengah perekonomian nya yang sangat sulit?.</p><p> Amora tak percaya jika tiba-tiba hidup nya berubah drastis hanya dalam beberapa bulan. </p><p> Bagaimana dirinya bisa menghadapi keluarga Bagaskara dan memberi tahu mereka bahwa dia saat ini tengah mengandung anak dari Aksa?.</p><p> Akankah mereka mau mempercayai dirinya?.</p><p> Bagaimana jika mereka menganggap nya sebagai pelacur yang hanya tertarik pada uang mereka?.</p><p> Amora merasa jika dirinya tidak bisa mengatakan hal itu pada mereka. Amora tidak bisa mengkhianati kepercayaan mereka padanya. Dia merasa jika dirinya bodoh. Andai saja saat itu ia menolak untuk melakukan hubungan terlarang bersama dengan Aksa, pasti dirinya tidak akan hamil. </p><p> Amora hanya bisa menangis dan menangis menyesali ini semua. Dia mengkhawatirkan kondisi janinnya dan dia juga mengkhawatirkan masa depan mereka. </p><p> Setelah mempertimbangkan banyak hal, Amora pun terpaksa memutuskan untuk berhenti bekerja di kediaman Bagaskara dan tak pernah ingin kembali ke sana untuk melupakan semuanya.</p><p> Berharap mereka tidak akan pernah tau jika ia pergi bersama dengan ahli waris mereka.</p>