My library button
  • Book cover of Sinema Paradoks

    Sinema merupakan sebuah karya seni yang dapat memukau pemirsanya. Sebuah sinema memerlukan pemikiran dan perencanaan yang sungguh sangat matang. Diawali dari pencarian ide, penyusunan naskah, storyboard, bahkan data-data riset bertahun tahun serta tahapan-tahapan panjang yang harus dilalui dalam memproduksi sebuah sinema. Selain perencanaan terkait proses, terkadang para sineas juga perlu mengetahui segmentasi pasar yang akan dijajakinya. Bukan hanya sampai disitu saja, sebuah produksi sinema memerlukan pula pertimbangan tayangan yang akan disajikan, etika, aturan yang berlaku, dan waktu tayang serta hal yang berkaitan lainnya. Hal ini sering kali berbenturan dengan idealisme para pemikir ide kreatif dalam sinema. Sinema cenderung dianggap hanyalah sebuah hiburan belaka, namun anggapan itu tidaklah semuanya salah, perlu cara khusus dalam memahami pesan dari sebuah sajian sinema. Sinema sebagai buah tangan kerja keras sineas merupakan media yang memproduksi makna melimpah. Kandungan makna yang disisipkan oleh sineas yang cerdas terkadang tidak terbaca oleh pemirsa atau penikmatnya. Hal ini terkadang dirasa cenderung disengaja untuk mempengaruhi psikologis dari pirsawan-nya. Pesan-pesan semiotik dalam sinema selain sulit terbaca oleh pemirsa awam, perlu berulang ulang diputar dan penghayatan untuk memahami makna yang tersembuyi dari tayangannya. Jika sebuah tayangan sinema dapat ditangkap maknanya, maka hal tersebut tentunya menjadi lebih berarti dan tak sekedar hanya menjadi sebuah hiburan akhir pekan. Sinema sering kali disamakan dengan film, padahal itu adalah hal yang berbeda. Pada ulasan ini, akan dijelaskan ragam perbedaan yang terkait dengan sinema serta hubungannya dalam ragam istilah yang populer di masyarakat, namun terkadang beberapa istilah memakai peristilahan berdasarkan kebiasaan. Ini bertujuan memberikan sebuah pengetahuan yang perlu dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berkelanjutan. Ulasan prihal sinema dalam buku ini bukanlah ulasan komprehensif, tetapi ulasan yang ada, dapat memberikan pemikiran atau bahkan pengembangan lebih lanjut. Diperlukan lebih banyak referensi yang lebih mendalam dalam bentuk tulisan secara teoritik ataupun praktis yang dapat melengkapi pengetahuan tentang sinema sebagai referensi bagi bibit sineas muda untuk berkarya. Pada bahasan buku ini, dibahas pula tokoh yang dianggap berpengaruh bagi dunia sinematografi. Beberapa sinema populer dunia yang banyak digandrungi penikmatnya juga akan dibahas singkat dengan beberapa sudut pandang, setidaknya memberikan informasi penting dalam perkembangan sinema saat ini. Beberapa bahasan sinema populer tadi, akan diungkap dari sisi makna realitas paradoks yang dikandungnya, hal ini bisa pula menjadi sebuah sisipan strategi lain yang diusung sineas itu sendiri. Fenomena ini mencoba diulas dan dianalisis dari perspektif penulis sebagai penikmat sinema populer. Penyusunan buku ini merupakan sebuah studi referensi dan sebuah inisiasi sumber bahasan tentang sinema, walaupun penulis bukanlah seorang pelaku, pakar ataupun praktisi bidang sinema, namun motivasi mendasar penulisan tentang bahasan sinema ini dikarenakan oleh perkiraan dalam fakta minimnya sumber tertulis yang diterbitkan sebagai bahan acuan pengantar ataupun buku bacaan menambah pengetahuan yang membangkitkan rasa penasaran. Kesalahpahaman dalam memahami sinema sering kali terjadi pada karya tulis ilmiah skripsi ataupun tugas akhir pada perguruan tinggi bahkan di kalangan praktisi pemula yang ingin mendalami dunia sinematografi dan pengantar mata kuliah videografi atau sinematografi. Berlaku sebagai penikmat sinema, tulisan dan ulasannya pada buku ini merupakan kumpulan dari berbagai sumber dari internet ataupun buku yang dicoba untuk disarikan menurut sudut pandang penulis. Tulisan pada buku ini mungkin belum dirasa sempurna, namun hal tersebut masih terbuka untuk penyempurnaan lebih lanjut. Sebuah harapan dipublikasikannya buku ini, menjadi motivasi para sineas profesional untuk berbagi beragam pengalaman dalam bentuk tulisan yang lainnya. Pelik, manis, pahitnya problematika dalam dinamika produksi sebuah sinema dapat dirasakan dan menginspirasi pembaca atau para sineas sekalipun. Akademisi diharapkan pula memiliki peluang untuk mengkaji lebih mendalam fenomena yang ada di ranah sinematografi ini. Karena pada dasarnya, masih banyak topik yang dapat diulas dan disegarkan, guna memperkaya referensi pada ranah sinematografi yang sungguh menarik ini. Mudah-mudahan semua ini dapat berkelanjutan dan memberikan dampak positif pada ruang dimensi sinema Indonesia untuk berkarya dan melangkah lebih jauh kedepan, di dalam ataupun luar negeri. Sehingga sinema Indonesia mendapat ruang dan peluang lebih besar untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Mohon maaf dan permakluman jika terdapat kesalahan penyebutan, penjabaran/penjelasan, penulisan atau kekurangan lain yang terdapat pada buku ini. Cerdaskan bangsa lewat sinema, tentramkan jiwa memahami sinema, salam sinema.

  • Book cover of Sistem Tanda Visual Logo STMIK STIKOM Indonesia

    Sistem tanda visual merupakan istilah yang cukup asing didengar, hal ini dikarenakan istilah tersebut sangat jarang digunakan secara umum. Istilah ini lebih banyak digunakan dalam dunia desain komunikasi visual, dimana sistem tanda visual merujuk pada suatu perangkat atau metode yang secara teratur digunakan sebagai bahasa komunikasi sebuah entitas untuk merepresentasikan citra maupun karakternya. Sistem tanda ini dapat berupa huruf, kata-kata, kalimat, lambang, logo, gambar, ikon, indeks, simbol, atau warna. Tanda-tanda tersebut dipilih serta digunakan secara kolektif dan konsisten sebagai bentuk komunikasi entitas kepada khalayak melalui berbagai media komunikasi visual. Hal inilah yang membuat sebuah sistem tanda visual memiliki peranan yang cukup penting bagi sebuah entitas. STMIK STIKOM Indonesia sebagai entitas pendidikan, selama ini belum memiliki sebuah sistem tanda visual sebagai salah satu bentuk komunikasi kepada khalayak. Logo ataupun lambang sebagai bagian dari sistem tanda yang telah dimiliki selama ini, seringkali penggunaan maupun penempatannya tidak tepat dan konsisten sehingga menimbulkan kerancuan dalam mengkomunikasikan citra maupun karakter entitas. Buku sistem tanda visual STMIK STIKOM Indonesia ini merupakan salah satu bentuk aturan baku dalam pemanfaatan dan penggunaan sistem tanda yang telah disepakati pada institusi. Sistem tanda pada STMIK STIKOM Indonesia secara garis besar akan berisi lambang dan logo, kemudian akan dipaparkan pula makna, ukuran, tata letak, versi, elemen visual pembentuk, penempatan, dan bahkan hal yang boleh dan tidak dilakukan terkait dengan sistem tanda visual STMIK STIKOM Indonesia. Selain bahasan yang mengarah pada sistem tanda, ulasan juga akan digiring pada graphic standard manual logo STMIK STIKOM Indonesia. Pada ulasan pula, tersaji kumpulan logo-logo dari entitas institusi selama kurun waktu satu dasawarsa dan dapat dikatakan bahwa, bahasan yang ada kurang lebih menjadi sebuah antologi logo di STMIK STIKOM Indonesia. Dengan perancangan buku sistem tanda visual STMIK STIKOM Indonesia ini, diharapkan bentuk-bentuk komunikasi dengan tanda visual yang telah disepakati dan tertuang dalam statuta institusi dapat secara konsisten digunakan dan ditempatkan sebagaimana mestinya. Publikasi buku ini, selain pengumpulan beragam logo bidang yang pernah atau masih eksis, berdasarkan pula dari pengumpulan informasi desainer terkait elemen, bentuk, fungsi, dan makna logo yang dirilis sehingga jelas tujuan dari penciptaan logo-logo tersebut. Terakhir terdapat pula sedikit hasil pengamatan dengan keterkaitannya pada logo-logo yang telah diproduksi.

  • Book cover of Tato dalam Seni dan Pariwisata di Bali

    Pariwisata di Bali sangat mengandalkan sajian seni dan budaya selain dari pada wisata alam serta wisata spiritual, dalam hal ini seni memiliki tempat dan pasar tersendiri bagi Pariwisata Bali. Pengemasannya, seni dan pariwisata di Bali kebanyakan lebih mengarah pada seni pertunjukan, seni lukis, patung serta seni kerajinannya dan sejenisnya. Pada sisi lain, dalam globalisasi saat ini, seni tato juga dapat dikatakan sebagai satu daya tarik dalam pariwisata. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya studio-studio tato di sekitar tempat-tempat pariwisata yang strategis. Selain dari pada Budaya asli Indonesia, tato juga masuk sebagai mata pencaharian yang sangat menjanjikan dalam pariwisata. Banyak pemberitaan yang menjelaskan bahwa tato di Bali menjadi incaran wisatawan-wisatawan asing yang berkunjung ke Bali. Sisi lainnya masih saja ada stigma negatif tentang tato, walau tato itu dapat memberikan penghasilan yang lumayan dalam usaha terkait pariwisata. Dalam beberapa kesempatan, seniman tato yang memiliki wilayah strategis dalam pasar pariwisata menyebutkan penggemar tato dari manca negara bahkan rela datang hanya untuk bertato. Mungkin hal ini perlu untuk di kaji lebih dalam, tentang fenomena yang menyelimuti tato dalam kaitan seni dan pariwisata di Bali

  • Book cover of BALIK LAYAR MEDIA VISUAL TRADISI OMED-OMEDAN

    Omed-omedan merupakan salah satu tradisi yang masih eksis sampai dengan saat ini. Tradisi ini bertempat di Desa Sesetan, Banjar Kaja, Denpasar dan saat ini telah masuk sebagai bagian dari warisan budaya tradisi di Desa Sesetan yang mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Kota Denpasar. Tradisi ini selalu diadakan pada hari raya Ngembak Gni atau sehari setelah hari raya Nyepi di Bali. Kegiatan omed-omedan diikuti oleh kaum muda-mudi desa setempat yang didukung oleh komponen desa adat serta perangkatnya termasuk pemerintah daerah dan masyarakat. Beberapa tahun terakhir, kegiatan dari tradisi ini dijadikan wadah festival yang menghadirkan pula hiburan rakyat pada acara tersebut. Statusnya kini sebagai ajang festival maka menjadi lebih meluas untuk kebutuhan media-media pendukung guna menyemarakkan acara. Saat ini tidak hanya penampilan omed-omedan, namun komponen hiburan tambahan juga menjadi agenda yang ditunggu pengunjung. Oleh sebab itu event omed-omedan dianggap sebagai peluang usaha kreatif dan bahkan agenda pengabdian pada masyarakat bagi akademisi terkait. Beragam media sebagai sarana visual menjadi elemen penting dalam menyemarakkan acara ini. Tentunya di balik itu, terdapat desainer yang melakukan suatu riset sehingga tak terlepas dari konsep festival dari tradisi ini.

  • Book cover of Kapita Selekta Citraleka Desain 2020: Dialektika Seni, Desain, dan Kebudayaan Pada Era Revolusi Industri 4.0

    Kapita selekta atau bunga rampai ini merupakan kumpulan tulisan yang penting dalam pengembangan keilmuan, khususnya dalam wacana-wacana desain, seni, dan kebudayaan dalam ranah dialektika tekstual dan kontekstual. Halnya citraleka, dalam sansekerta merujuk pada suatu tulisan atau gambaran yang ibaratnya sebuah prasasti yang menetaskan keilmuan sebagai tonggak perkembangan dan peradaban. Buku ini memuat 11 tulisan yang mengulas berbagai topik mengenai dialektika seni, desain, dan kebudayaan pada masa revolusi industri 4.0. Sebagai sebuah permulaan dan dengan segala keterbatasan diharapkan kumpulan tulisan dalam bentuk buku ini mampu menjawab kekurangan tulisan-tulisan mengenai desain, seni, dan kebudayaan yang selama ini terjadi. Diawali dengan topik tentang Wacana Ruang Lingkup Struktur Desain: Sebuah Dasar Berfikir Tindakan Teoritik oleh I Nyoman Anom Fajaraditya Setiawan, mengulas tentang pola berfikir konseptual dalam penciptaan khususnya dalam perspektif DKV. Dilanjutkan topik Prabhavana Bali Dwipa: Jelajah Genealogi Kreativitas Seni dan Desain Bali dari Prasejarah Sampai Revolusi Industri 4.0 oleh I Kadek Dwi Noorwatha, mengulas tentang genealogi kreatifitas berkarya di Bali dan menggali aksi kreatifitas dari masa ke masa. Teknologi Global Dan Tumbuh Kembangnya Desain Komunikasi Visual oleh Anak Agung Gede Bagus Udayana, mengulas tentang perkembangan keilmuan serta pertumbuhan DKV dalam interaksinya terhadap teknologi global. I Putu Udiyana Wasista dengan judul unik yaitu Desain Jempol, mengulas tentang energi perubahan yang dihadapi saat ini berikut tantangannya oleh para profesional dengan masifnya perkembangan aplikasi yang menghasilkan penciptaan instan. Disrupsi Desain Komunikasi Visual Dan Revolusi Industri 4.0 oleh I Nyoman Jayanegara, mengulas tentang tantangan pekerjaan para desainer ditengah perkembangan internet of thing dan artificial intelegence. Augmented Reality Menjadi Salah Satu Solusi Kreatif Pada Bidang Pendidikan Dan Budaya oleh Putu Wirayudi Aditama tentang teknologi AR yang belum banyak diterapkan di Indonesia dalam materi pendidikan terutama yang mengakat kearifan lokal. Portfolio Digital Pada Era Revolusi Industri 4.0 oleh I Wayan Adi Putra Yasa yang mengulas tentang pentingnya suatu portofolio sebagai parameter eksistensi diri dengan memanfaatkan teknologi untuk mempermudah aksesnya. Pada sesi berikutnya ditulis oleh Ngakan Putu Darma Yasa tentang Game Edukasi Dua Dimensi Sebagai Produk Kreatif Pada Revolusi Industri 4.0, ulasan tentang media edukasi dalam pemanfaatan teknologi animasi dan kreatifitas penciptaannya. Cerita Rakyat Sebagai Ide Kreatif Film Animasi di Indonesia oleh I Gede Adi Sudi Anggara, mengulas tentang kreatifitas dalam animasi yang mengangkat kearifan lokal terutama cerita-cerita rakyat yang sarat pesan moral. Topik berikutnya hampir mirip dengan tulisan sebelumnya, sebagai pendukung ulasan yaitu Konsep Film Animasi Cerita Rakyat Untuk Anak-Anak oleh I Ketut Setiawan, mengulas tentang konseptual animasi cerita rakyat karya anak bangsa yang sajiannya ditujukan untuk anak-anak. Pada akhir issues, Project Kolaboratif sebagai Representasi Sinergi Sains-Seni dan Teknologi oleh I Made Marthana Yusa yang mengulas tentang semangat berkarya seni kontemporer pada project kolaboratif. Kami mengucapkan banyak terimakasih atas perhatian dan sumbangsih pemikiran para penulis yang telah meluangkan waktu serta tenaga di tengah kesibukan masing-masing. Kumpulan tulisan inipun seakan mampu menjawab kekhawatiran akan ketidakproduktifan para akademisi di tengah pandemi COVID-19 yang melanda negeri ini. Buku ini diharapkan menjadi sebuah awalan yang positif bagi terbitan buku-buku yang lainnya dengan topik-topik sejenis. Diharapkan pula, buku ini menjadi sebuah momentum baru dalam kenormalan baru, memotivasi para penulis-penulis cerdas lainnya untuk bangkit dan aktif kembali dalam pengembangan ilmu atau publikasi sebagai tindakan diseminasi hasil kreatifitas, analisis kritis, dan sebagainya dalam berbagai perspektif. Kami tidak lupa pula mengucapkan terimakasih kepada penerbit STMIK STIKOM Indonesia yang telah membantu menerbitkan kumpulan tulisan ini. Terimakasih pula disampaikan kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, telah memberikan bantuan baik secara moral maupun material demi kelancaran penerbitan kumpulan tulisan ini. Mudah-mudahan pula terbitan ini menjadi respon kontinuitas terbitan Kapita Selekta Citraleka Desain berikutnya. Akhir kata, mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan, penyajian, maupun proses komunikasi selama ini. Hal tersebut semata-mata ketidak-sengajaan dalam kompleksitas prilaku atau proses yang terjadi dalam penyusunan buku, serta hal-hal lainnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita dan selalu diberikan kesehatan dan tetap produktif. Selamat menikmati bacaan ini, segala proses adaptasi di tengah tantangan yang ada, dan beragam hal yang memberikan perubahan dalam pengembangan keilmuan.

  • Book cover of Kajian Motivasi Tato Rangda pada Orang Bali

    Seni tato saat ini sangat berkembang dalam perjalanannya, dari wujud atau bentuk dan pemaknaan. Tidak hanya sekedar peniruan dari tato yang sudah ada sebelumnya, tapi juga mengalami modifikasi dalam bentuk. Tidak dapat dipungkiri, tato dalam hal gaya visual banyak terpengaruh dari motif tradisional dan ini terfokus pada Tato Motif Rangda. Wujud Tato Motif Rangda sebenarnya dihindari oleh Masyarakat Bali, dikarenakan wujud tersebut secara nyata dihubungkan dengan nilai sakral. Namun dibalik fenomena yang ada, beberapa Orang Bali saat ini mengaplikasikan Tato Motif Rangda ke dalam tato mereka. Dari hanya sekedar sebagai hiasan pada tubuh sampai dengan memaknainya lebih dari sekedar motif belaka. Dengan mendeskripsikan secara kualitatif, Tato Motif Rangda dari pemakainya memang sangat beragam. Hasil pengamatan beragam motif dari pemakai tato dapat disimpulkan bahwa, tato dengan Motif Rangda merupakan sarana komunikasi menjunjung budaya lokal yaitu Budaya Bali. Atas dasar motivasi yang ada, hal ini akan mengungkap lebih dalam tentang Tato Rangda pada Orang Bali dari sudut pandang motivasi dalam berkesenian.

  • Book cover of DESAIN KOMUNIKASI VISUDAL DALAM ERA TEKNOLOGI : Peran Teknologi Terhadap Perkembangan DKV

    Buku "Desain Komunikasi Visual dalam Era Teknologi: Peran Teknologi terhadap Perkembangan DKV" menyajikan eksplorasi mendalam terhadap pergeseran lanskap DKV di tengah kemajuan teknologi. Awalnya, pembaca dibimbing melalui pengantar mengenai dasar-dasar DKV dan perjalanan sejarahnya, menguraikan fondasi seni yang menjadi pijakan perubahan yang akan dijelajahi. Pemikiran ini kemudian dikembangkan dengan menyoroti peran teknologi yang semakin mengemuka dalam perkembangan DKV, dengan fokus khusus pada evolusi perangkat lunak dan dampaknya terhadap kreativitas desainer. Buku ini juga merinci bagaimana desain tidak lagi terbatas pada medium konvensional, melainkan telah merambah ke dalam ranah media sosial, memperlihatkan transformasi komunikasi visual di era digital. Puncaknya, penulis mengulas peran teknologi dalam membentuk identitas dan branding, memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana merek dan organisasi memanfaatkan desain untuk memperkuat citra mereka. Sebagai panduan komprehensif, buku ini tidak hanya merangkul aspek historis dan konseptual DKV, tetapi juga memetakan perubahan signifikan yang disebabkan oleh teknologi, menjadikannya sumber inspirasi berharga bagi mahasiswa, profesional, dan pembaca yang ingin memahami peran kunci teknologi dalam perkembangan seni visual komunikasi.

  • Book cover of Bali Membangun Bali volume 1 nomor 1 April 2018

    Dengan segala kerendahan hati, kami memberanikan diri memulai sebuah era jurnal di lembaga kami --Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan Provinsi Bali-- melalui sebuah terbitan ilmiah setiap April, Agustus, dan Desember, bernama BALI MEMBANGUN BALI JURNAL BAPPEDA LITBANG. Tentu saja nomor perkenalan ini dalam sejarahnya terdokumentasi sebagai: Volume 1, Nomor 1, April 2018. Sebagai langkah perdana, ditampilkan lima artikel ditambah sebuah artikel bonus berbentuk beda. Berturut-turut adalah (1) “Kebencanaan dan Persoalan Pengungsi Gunung Agung” (Dewa Made Indra); (2) “Bali Hari Ini: Permasalahan Kepariwisataan dan Solusinya” (AA Gede Yuniartha Putra); (3) “Wisata Desa dan Desa Wisata” (Bagus Sudibya); (4) “Strategi Pemasaran Desa Ubud sebagai Destinasi MICE” (IGPB Sasrawan Mananda, Luh Gede Leli Kusuma Dewi); dan (5) “Layanan Prima menuju ‘Quality Tourism’ Bali” (I Wayan Nurjaya, Solihin, I Nyoman Kanca). Dilihat lebih dalam, ada yang menarik dari artikel-artikel yang ditampilkan. Secara isi, seluruh tulisan dapat diperas ke dalam tiga hal penting, yaitu politik, ekonomi, dan budaya. Artikel tentang Gunung Agung dari Dewa Made Indra membahas kebijakan politik dan penanganan masyarakat pengungsi. Artikel tentang permasalahan kepariwisataan dari AA Gede Yuniartha Putra lebih banyak terkait dengan aspek politik pemerintah dan ekonomi pariwisata. Artikel tentang desa wisata dari Bagus Sudibya dan strategi pemasaran MICE dari IGPB Sasrawan Mananda dkk lebih ke pokok persoalan ekonomi dan masyarakat. Artikel tentang pariwisata kualitas dari I Wayan Nurjaya dkk agak murni ke permasalahan ekonomi. Artikel yang secara khusus merepresentasikan tentang politik dimuat dalam rubrik Mulat Sarira (Refleksi). Dari sisi penulisnya, ada yang berasal dari lembaga pemerintah, ada pengusaha, serta ada anggota masyarakat, termasuk dari kalangan akademisi (perguruan tinggi), dalam hal ini Universitas Udayana dan Politeknik Negeri Bali. Penggambaran di atas menunjukkan berlakunya paradigma kepaduan politik-ekonomi-budaya, yang menurut konsepsi Nicanor Perlas dalam Shapping Globalization: Civil Society, Cultural Power and Threefolding (2000) terlembagakan ke dalam negara, swasta, dan masyarakat. Menurut Perlas, ketiga pilar harus hadir dan bekerja sama dalam pencapaian cita-cita pembangunan. Negara memberikan legalitas. Swasta menawarkan modal. Masyarakat menyediakan partisipasi. Inilah threefolding (tiga pilar) tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan tanpa salah satu pilar, berujung kegagalan. Karenanya semua harus hadir dan bekerja bersama-sama menurut tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam cara pandang paradigmatis itu, BMB melalui gagasan perencanaan pembangunan yang baik, senantiasa mengupayakan seluruh entitas dapat berperan secara elegan sebagaimana seharusnya.

  • Book cover of Bali Membangun Bali Volume 2 Nomor 1 April 2019

    Tidak terasa Indonesia dihadapkan ajang politik sangat besar pada tanggal 17 bulan ini. Dikatakan sangat besar karena di era reformasi (sejak 1998) yang merupakan amanah perwujudan demokratisasi ini terdapat penyerentakan pemilihan presiden dan legislatif (DPR, DPD, DPR provinsi, dan DPR kabupaten/kota). Ini semacam two in one (pemilihan eksekutif dan legislatif) ataupun three in one (pemilihan presiden, DPR, DPD) dalam kepemiluan. Tentu arah dan tujuannya demikian positif. Sebagaimana biasanya, menarik membahas pesta demokrasi yang merupakan pestanya rakyat. Bumbu-bumbunya selalu banyak dan diracik oleh tangan-tangan dengan kepentingan-kepentingan kekuasaan. Sebagai pasar politik, yakni pemilih dalam Pemilu, rakyat sebenarnya hanya membutuhkan kesederhanaan saja: kehidupan yang lebih baik dan berkualitas yang lahir dari proses Pemilu yang jujur, adil, dan berlangsung damai. Boleh panas sebentar tetapi seusai pesta tersebut kehidupan seharusnya normal kembali karena semua pemilih adalah satu saudara, sebangsa dan setanah air. Ternyata lebih dari itu, Pemilu kali ini sungguh bukan sekadar tradisi atau ritual yang dilaksanakan setiap lima tahun. Pada perhelatan tahun ini (2019), salah satu titik pentingnya adalah munculnya kekuatan generasi milenial selaku pemilih di dalamnya. Dalam catatan beberapa sumber, jumlahnya tidak tanggung-tanggung, sekitar 80 jutaan atau menyumbang 35% suara. Salah satu ciri pokok generasi milenial adalah kesangatdekatannya dengan peranti digital, katakanlah dunia media sosial. Sebagaimana dipahami, media sosial adalah sebuah jagat yang hari ini tidak saja mengait generasi milenial tetapi juga hampir semua gen lainnya dalam Teori Gen. Besarnya pengaruh media “dari bawah” seperti itu membuat pakarnya berujar bahwa media itulah pesan (the medium is the message). Jadi bukan isi atau konten atau makna medium yang terpenting tetapi justru (bentuk) medium itu sendiri. Dalam konteks Indonesia terkini, generasi yang dimaksud menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan dalam Pemilu kali ini. Kita paham, dunia media sosial hampir selalu bernuansakan hiperealitas-hiperealitas dan simulakra-simulakra di mana terjadi ketidakjelasan mana yang putih dan mana yang hitam. Di sana ada kebohongan, kepalsuan, dan penyesatan (hoax) demi hasrat berkuasa. Mereka kaum digital tersebut harus kritis yang terkait dengannya. Atas alasan di atas, BALI MEMBANGUN BALI Jurnal Bappeda Litbang Volume 2, Nomor 1, April 2019 menampilkan empat artikel tematik politik kepemiluan. “Pemilihan Umum Indonesia antara Demokrasi Pancasila dan Demokrasi Liberal” ditulis oleh Anak Agung Ngurah Agung Wira Bima Wikrama dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mahendradatta. “Efek Ekor Jas dan Identifikasi Partai Politik dalam Pemilu Serentak 2019 di Bali” dirangkai oleh Kadek Dwita Apriani dari Program Doktor Ilmu Politik, Universitas Indonesia”. “Partisipasi Generasi Milenial dalam Kancah Politik Nasional 2019” diketengahkan oleh I Made Wimas Candranegara, I Putu Eka Mahardhika, dan I Wayan Mirta dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Warmadewa. Adapun “Perempuan Bali dalam Kontestasi Pemilu: Kuantitas vs Kualitas” ditampilkan oleh IGAA Dewi Sucitawathi dan I Wayan Joniarta dari Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Undiknas. Tulisan-tulisan tersebut sengaja dipilih dari berbagai riset perguruan tinggi yang dilakukan ilmuwan-ilmuwan yang menguasai bidang-bidang tersebut. Terdapat juga satu tulisan perdana dari komunitas Bappeda Litbang Provinsi Bali sendiri. Dalam catatan Redaksi, baru kali ini penulis internal muncul. Dalam hal ini, Ekapria Dharana Kubontubuh yang insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung mengkonstruk “Bali Bebas Sampah Plastik (menuju “Clean and Green Island”) sedemikian lincah dan enak dibaca dengan tak kalah ilmiahnya. Ekapria Dharana Kubontubuh berasal dari Sub Bidang Inovasi dan Teknologi, Bidang Penelitian dan Pengembangan. Akhirnya edisi kali ini ditutup oleh I Nyoman Anom Fajaraditya Setiawan dengan “Mulat Sarira”-nya. Selamat menunaikan ibadah demokrasi!

  • Book cover of Bali Membangun Bali Volume 2 Nomor 2 Agustus 2019

    Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 (2019) yang dilaksanakan di Bali tanggal 25 hingga 28 Agustus memberikan inspirasi tersendiri bagi Bali Membangun Bali. Jurnal Bappeda Litbang Bali yang berdiri sejak 2018 segera memasuki babak baru. Hal yang dimaksud di sini adalah era digitalisasi jurnal, setidaknya dengan tambahan “menuju”. Berbagai upaya persiapan sedang dilakukan untuk itu. Jurnal elektronik BMB diharapkan sudah terlaksana di Volume 2 Nomor 3, Desember 2019. Pengembangan ke e-jurnal seperti diketahui merupakan kecenderungan umum dunia perjurnalan global saat ini. Fenomena-fenonemanya sudah jelas terpapar pada media cetak besar, seperti koran dan majalah, khususnya di negara-negara maju, yang secara ekstrem satu per satu mati dan berganti menjadi koran dan majalah elektronik. Bedanya adalah, BMB cetak tidak mati tetapi dikurangi intensitas produksi dan distribusinya karena dikompensasi BMB elektronik. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari pengutamaan jurnal elektronik. Daya jelajahnya sudah pasti sangat lebih luas. Di ranah digital berbasis internet, sekali klik dapat menjangkau seluruh dunia. Bahkan ia bisa dikonsumsi dengan mudah melalui telepon-telepon genggam (handphone). Di samping itu, keberterimaan di masyarakat intelektual pasti lebih besar karena pengecekan plagiarismenya begitu akurat. Terkait dengan hal ini, para peneliti dan/atau penulis, terutama dosen, pasti semakin berminat memanfaatkan BMB. Pada saat yang sama, BMB dengan sendirinya akan semakin berkualitas. Pengembangan ke jurnal elektronik berarti bahwa BMB yang merupakan kebanggaan Bappeda Litbang Bali ikut mendukung sustainable development (pembangunan berkelanjutan) atau juga disebut green development (pembangunan hijau) yang berbasis pada fakta perlunya mengkonservasi alam, lingkungan, dan ekologi. Dalam konteks lokal Bali, mengembangkan BMB elektronik dan sekaligus meminimalkan BMB fisik berarti mendukung pembangunan Bali era baru yang sedang menjalankan program “Nangun Sad Kertih Loka Bali”. Sederhananya adalah pengurangan penggunaan kertas di samping penghematan dalam hal produksi dan distribusinya. Lebih dari itu, pengembangan BMB ke jurnal elektronik adalah penguatan kualitas. Yang tidak boleh dilupakan adalah segala tugas dan tanggung jawab yang mengikutinya. Misalnya adalah pengusulan untuk memeroleh e-ISSN serta pencarian Google Scholar jurnal, DOAJ (Direct Open Access Journals), dan DOI (Digital Object Identifier) dan setelah dua tahun, harus mengajukan Terakreditasi Sinta (Science and Technology). Dengan demikian, BMB selangkah lagi sejajar dengan jurnal-jurnal perguruan tinggi ternama yang sudah lama ber-OJS (Open Journal Systems). Terkait dengan itu semua, khususnya dengan Hakteknas 2019, pada edisi Volume 2 Nomor 2, Agustus 2019 ditampilkan sejumlah artikel bertemakan atau setidaknya bernuansakan teknologi. (1) “Penetrasi Papan Ketik Aksara Bali pada Pengguna Perangkat Mobile” oleh Ida Bagus Ary Indra Iswara, Putu Praba Santika, dan I Nyoman Saputra Wahyu Wijaya; (2) “The Contribution Analysis of Online and Offline Travel Agent in Increasing Room Occupancy” oleh Ni Made Suwijati; (3) “Room Allotment Management to Increase Room Occupancy and its Implication to Hotel Management Strategy” oleh Vanny Oktafia Putri Rama, I Ketut Astawa, I Gusti Made Wendri, dan I Gede Mudana; (4) Tradisi Omed-omedan dalam Perspektif Industri Budaya” oleh I Nyoman Jayanegara; dan (5) “Analisis Daya Saing Daerah Provinsi Bali Tahun 2019” oleh I Wayan Wiasthana Ika Putra. Tulisan terakhir adalah “Mulat Sarira”.